Penanganan Siswa Bermasalah

 Setiap sekolah pasti mempunyai siswa yang bermasalah. Mulai dari  siswa yang melanggar peraturan kategori ringan hingga yang berat seperti  hamil di luar nikah. Lalu, upaya apa yang tepat untuk mengatasi  siswa-siswa tersebut? apakah langsung di sangsi sesuai peraturan yang  berlaku? ataukah bediskusi dulu dengan muridnya sebab musabab dia  malakukan pelanggaran tersebut? Guru BK harus mampu melakukan penanganan  yang tepat untuk siswa yang bermasalah.

Ada dua pendekatan dalam  penanganan siswa, yaitu pendekatan disiplin dan pendekatan bimbingan  serta konseling. Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan disiplin  merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah  beserta sangsinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah,  aturan siswa beserta sangsinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah  sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa.  Kendati demikian, sekolah bukan "lembaga hukum" yang harus mengobral  sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku.  Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana  berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada  para siswanya. Misalnya bila ada siswa yang selalu terlambat sekolah  diharuskan untuk membaca istighosah di samping gerbang sekolah hingga  jam pelajaran kedua berakhir. Bila ada siswa yang merokok di sekolah,  mereka diharuskan untuk menulis surat pernyataan tertulis yang ditanda  tangani wali murid serta kepala sekolah agar mereka tidak mengulangi  perbuatan mereka lagi.

Pendekatan yang kedua yakni pendekatan  bimbingan dan konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang  memberikan sangsi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa  bermasalah melalui bimbingan dan konseling justru lebih mengutamakan  pada upaya penyembuhan serta pendekatan dengan menggunakan berbagai  layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui  bimbingan dan konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa  pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan  interpersonal yang saling percaya di antara guru BK dan siswa yang  bermasalah, sehingga selangkah demi selangkah siswa tersebut dapat  memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan  diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik. Misalnya, di  sebuah sekolah X ada seorang siswa yang membawa sebungkus ganja dalam  tasnya saat ada pemeriksaan rutin di sekolah. Sementara peraturan  sekolah dengan jelas melarang membawa barang-barang yang terlarang. Jika  hanya mengandalkan pendekatan disiplin, mungkin tindakan yang akan  diambil oleh sekolah adalah memanggil orang tua / wali siswa yang  bersangkutan dan ujung-ujungnya siswa akan dikeluarkan dari  sekolah/dikembalikan kepada orang tua. Jika tanpa intervensi bimbingan  dan konseling, maka sangat mungkin siswa yang bersangkutan akan  meninggalkan sekolah dengan dihinggapi masalah-masalah baru yang justru  dapat semakin memperparah keadaan. Tetapi, dengan intervensi bimbingan  dan konseling di dalamnya, diharapkan siswa yang bersangkutan bisa  tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas masalah yang menimpa dirinya.

Perlu  dipahami, dalam hal ini bukan berarti guru BK yang harus mendorong atau  bahkan memaksa siswa untuk keluar dari sekolahnya. Persoalan  mengeluarkan siswa merupakan wewenang kepala sekolah dan tugas guru  bimbingan dan konseling/ konselor hanyalah membantu siswa agar dapat  memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angket Kebutuhan Peserta Didik (AKPD)

Cara Menumbuhkan Motivasi Berprestasi